Rabu, 24 Agustus 2011

Makalah "Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Keluarga dan Hukum Waris Adat"


Disusun oleh: Dika Afrizal

I.                   PENDAHULUAN
Demikian dalam perkawinan ada pasangan yang tidak beruntung sehingga lama atau tidak dkikaruniai anak karena takdir Tuhan.sebagai masalah kemanusiaan praktek pengangkatan anak ini sudah berlangsung lama dan secara alamiah, dalam arti karena kebutuhan akan penerus keturunanan. Di Indonesia yang beranekaragam etnis dan budaya, hampir semua daerah mengenal lembaga pengangkatan anak. Sekalipun tujuannya sama yaitu meemperlakukan anak angkat (adoptandus) sebagai anak kandungsendiri oleh oarang tua angkatnya ( adoptan) tetapi alasan atau motiv, tujuan, dan cara atau prosedur pengangkatan anak serta akhibat hukumnya dalam hukum keluarga dan hukum waris adat berbeda antara etnis yang satu dengan etnis yang lain, kendatipun menganut garis keturunan (genealogis) yang sama.




II.                PERMASALAHAN

Bertolak dari uraian dan latar belakang tersebut, maka yang menjadi pokok masalah adalah:
1.      Bagaiman tata cara pengangkatan anak di berbagai daerah di Indonesia?

















III.             PEMBAHASAN
1.      Pengertian Anak Angkat
Soerojo Wignjodipoero mengatakan bahwa pengangkatan anak adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain ke keluarga sendiri sedemikian rupa sehingga antar orang yang memungut anak dan anak yang di pungut itu timbul suatu hukum kekeluargaan yang sama seperti yang ada antaraorang tua dengan anak kandungnya sendiri[1]. Pengertian adopsi (pengangkatan Anak) menurut Iman Sudiyat adalah suatu perbuatan memungut seorang anak dari luar kedalam kerabat, sehingga terjalin ikatan sosial yang sama dengan ikatan kewangsaan biologis[2].
Pengaturan Pengangkatan Anak
     Di Indonesia terdapat kompleksitas aturan mengenai pengangkatan anak. Menurut catatan setidaknya ada 8 aturan yang mengatur langsung maupun tidak langsung tentang adopsi, yaitu:
1.      Statsblad 1917 No. 129 yang hanya berlaku untuk golongan tionghoa, dimana yang dapat di angkat anak adalah anak laki-laki dengan tujuan untuk meneruskan garis keturunan.
2.      Undag-undang No.62 tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia  khususnya pada pasal 2 ayat 1 dan ayat 2, mengenai pengangkatan anak asing oleh seorang WNI.
3.      Peraturan pemerintah No. 7 tahun 1977 tentang peraturan gaji pegawai negeri sipil, khusunya pada pasal 16 ayat 2 dan ayat 3 tentang tunjangan anak terrnasuk anak angkat.
4.      Undang- undang No 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, pengangkatan anak diatur dalam pasal 12 ayat (1) dan (3) yang berbunyi sebagai berikut:
Ayat (1): pengangkatan anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak.
Ayat (3): pengangkatan anak untuk kepentingan kesejahteraan anak yang dilaksanakan di luar adat dan kebiasaan, dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan.
5.      Peraturan pemeriintah No. 54 tahun 2007 tentang pengangkatan anak.
6.      Inpres No.1 tahun 1991 tentang kompilasi hukum islam, khususnya pada pasal 171 huruf h dan pasal 209 ayat 1 dan 2.
7.      Surat edaran mahkamah agung (SEMA) No. 2 tahun 1979 yo SEMA No. 6 tahun 1983 yo SEMA No. 4 tahun 1989 tentang pengangkatan anak.
8.      Keputusan menteri sosial RI No. 4 tahun 1979 tentang pengangkatan anak, yang dilengkapi dengan peraturan pelaksanaanya No. 41/Huk/Kep/VII/1984 tanggal 14 juli 1984 tentang petunjuk pelaksanaan perizinan pengangkatan anak[3].
Motif dan Tujuan Pengangkatan Anak
      Ada banyak motif dan tujuan pengangkatan anak di Indonesia. Irma Setyowati Soemitro mencatat setidaknya ada 14 motif dan tujuan pengangkatan anak, yaitu:
1.      Tidak mempunyai anak
2.      Belass kasihan kepada anak tersebut disebabkan orang tua si anak tidak mampu memberikan nafkah kepadanya.
3.      Belas kasihan yang disebabkan anak yang bersangkutan yatim piatu.
4.      Hanya mempunyai anak laki- laki maka di angkatlah seorang anak perempun atau sebaliknya.
5.      Sebagai pemancing bagi yang tidak mempunyai anak untuk dapat mempunyai anak kandung.
6.      Menambah tenaga dalam keluarga.
7.      Dengan maksud anak tyang di angkat mendapat pendidikan yang layak.
8.      Unsur kepercayaan.
9.      Menyambung keturunan dan mendapat regeberasi bagi yang tidak mempunyai anak kandung.
10.  Adanya hubungan keluarga. Lagi pula tidak mempunyai anak kandung.
11.  Di harapkan anak angkat dapat menolong di hari tua dan menyambung keturunan bagi yang tak mempunyai anak.
12.  Nasib si anak tidak terurus oleh orang tuanya.
13.  Untuk mempererat hubungan keluarga.
14.  Anak dahulu sering penyakitan dan selalu meninggal maka anak yang baru lahir di serahkan kepada keluarga atau orang lain untuk di adopsi dengan harapan anak yang bersangkutan selalu sehat dan panjang umur[4].
Kemudian jika dilihat dai aspek orang tua angkat, maka motiv dan tujuan pengangkatan anak menurut soedaryo Soimin, sebagai berikut:
1.      Perasaan tidak mampu membesarkan anaknya sendiri
2.      Imbalan- imbalan yang di janjikan dalam hal penyerahan anak
3.      Saran- saran dan nasihat dari pihak keluarga atau oarang lain
4.      Keinginan agar anaknya hidup lebih baik dari orang tuanya
5.      Tiddak mempunyai rasa tanggung jawab
6.      Keinginan melepas anaknyakarena rasa malu sebagai akhibat hubungan tidak sah[5].

Prosedur Pengangkatan anak
      Dalam pelaksanaan pengangkatan anak,menurut Irma Setyowati[6] terdapat beberapa pihak yang terlibat dalam pengangkatan anak antara lain:
1.      Orang tua kandung anak angkat
2.      Adoptan atau calon orang tua angkat
3.      Hakim atau pejabat yang berwenang mengesahka perbuatan tersebut atau orang yang berfungsi untuk hal itu
4.      Orang atau badan hukum yang menjadi perantara untuk adoptan atau orang tua si anak
5.      Anggota keluarga atau anggota masyarakat yang lain yang mendorong atau menghalangi perbuatan pengangkatan anak
6.      Adoptanus atau calon anak angkat.

IV.             KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan tersebut di atas, maka dapat di simpulkan hal-hal sebagai berikut:
1.      Cara atau prosedur pengangkatan anak secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2 yaitu secara terang dan tunai. Terang artinya perbuatan hukum pengangkatan anak tersebut dilakukan adan atau disaksikan oleh ketua adat atau pemimpin daerah setempat. Tunai berarti dengan pembayaran atau pemberian benda-benda magis atau uang dari orarng tua angkat  kepada orang tua kandung anak tersebut.
2.      Akhibat hukum dari pengangkatan anak sangat tergantung kepada cara pengangkatan anak. Jika dilakukan secara terang dan tunai maka hubungan anak dengan orang tua kandungnya putus dan hanya mewaris dari orng tua angkatnya. Tetapi jika dilakukan secara tidak terang dan tidak tunai maka hubungan anak dengan
3.      orang tua kandungnya tidak putus serta dapat mewaris dari dua sumber yaiti orang tua kandung  dan orang tua angkatnya.
4.      Setidaknya ada 9 perangkat hukum yang mengatur langsung maupun tidak langsung tentang pengangkatan anak, ternasuk menurut hukum adat[7].

DAFTAR PUSTAKA
Amir M.S, 1997, Tanya Jawab Pengangkatan Anak dan Masalahnya, Semarang: Dahara Prize.
Sudiyat, Iman, 1990, Hukum Adat Sketsa Adat, jakarta: Pradnya Paramita.
Wignjodipoero, Soerojo, 1989, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, Jakarta: CV.Haji Masagung.







































[1] Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, (Jakarta: CV.Haji     Masagung, 1989), hal.

[2] Iman Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Adat, (Yogyakarta: Liberty, 1990), hal.102.


[3] Soerojo Wignjodipoero, Op.Cit, hal. 120.
[4] Irma setyowati Soemitro, Aspek Perlindungan Anak, (Jakarta:Bumi Aksar,1990),hal.40.
[5] Soedaryo soimin, Himpunan Dasar Hukum Pengangkatan Anak, (Jakarta:Sinar Grafika,2000),hal.28.
[6] Irma Setyowati Soemitro, Op.Cit, hal.39.

[7] Soerojo Wignjodipoero, Loc.Cit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar