Rabu, 24 Agustus 2011

Artikel "Perbedaan Kekuasaan MPR Sebelum dan Sesudah Amandemen"

Oleh: Dika Afrizal

I.                    Kedudukan

Kedudukan MPR sebelum amandemen:

kedudukan MPR. Dahulu, sebelum ada perubahan UUD 1945,  kedudukan MPR berdasarkan UUD 1945 merupakan lembaga tertinggi negara dan sebagai pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. Seperti yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 bahwa kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Artinya, kekuasaan dilakukan sepenuhnya oleh MPR sehingga tidak terjadi check and balances. 

Kedudukan MPR setelah amandemen:

Setelah perbuhan UUD, MPR juga tidak lagi memiliki kewenangan menetapkan GBHN dan tidak lagi mengeluarkan Ketetapan MPR (TAP MPR), kecuali berkenaan dengan menetapkan Wapres menjadi Presiden, memilih Wapres apabila terjadi kekosongan Wapres, atau memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersama-sama. Setelah amandemen, MPR berkedudukan sebagai lembaga tinggi negara yang setara dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Lembaga Kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK.
               
II.                  Tugas dan Fungsi
Tugas kenegaraan Lembaga Tinggi Negara Sebelum amandemen ke 4:
* Sebagai Lembaga Tertinggi Negara diberi kekuasaan tak terbatas (super power) karena “kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR” dan MPR adalah “penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia” yang berwenang menetapkan UUD, GBHN, mengangkat presiden dan wakil presiden.
* Susunan keanggotaannya terdiri dari anggota DPR dan utusan daerah serta utusan golongan yang diangkat.
Wewenang:
1.       membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara yang lain, termasuk penetapan Garis-Garis Besar Haluan Negara yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden/Mandataris.
2.       Memberikan penjelasan yang bersifat penafsiran terhadap putusan-putusan Majelis.
3.       Menyelesaikan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden Wakil Presiden.
4.       Meminta pertanggungjawaban dari Presiden/ Mandataris mengenai pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan menilai pertanggungjawaban tersebut.
5.       Mencabut mandat dan memberhentikan Presiden dan memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya apabila Presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara dan/atau Undang-Undang Dasar.
6.       Mengubah undang-Undang Dasar.
7.       Menetapkan Peraturan Tata Tertib Majelis.
8.       Menetapkan Pimpinan Majelis yang dipilih dari dan oleh anggota.
9.       Mengambil/memberi keputusan terhadap anggota yang melanggar sumpah/janji anggota.

Tugas kenegaraan Lembaga Tinggi Negara sesudah amandemen:
Wewenang:
1.       Menghilangkan supremasi kewenangannya
2.       Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN
3.       Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara langsung melalui pemilu)
4.       Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD.
5.       Melantik presiden dan/atau wakil presiden
6.       Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya
7.       Memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden
8.       Memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam Pemilu sebelumnya sampai berakhir masa jabatannya, jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan.
9.       MPR tidak lagi memiliki kewenangan untuk menetapkan GBHN







1 komentar: